SEJARAH
DIALEKTIKA GERAKAN IDEOLOGI SOSIAL DEMOKRASI
DI
INDONESIA
(
1930 - 1960 )
Sejarah
gerakan Sosial Demokrasi di Indonesia tidak bisa lepas dari benturan antar
ideologi Marxisme ( penganut ajaran Karl Marx )
pada abad ke-20, sejak kongres pertama komintern ( komunis internasional ) di Amsterdam pada tahun 1904. Salahsatu
tugas utama yang dibebankan ke pundak komintern oleh pendirinya adalah
menciptakan peranan komunisme di muka bumi antara dua perang dunia, karena
kepentingan komintern tidak berhenti pada negara-negara tetangga Rusia, namun
upaya mereka di Asia merupakan salahsatu bagian menempatkan komunisme di
wilayah negara-negara jajahan seluruh dunia :
Negara-negara Timur
bukan hanya dunia Asia yang tertindas. Negara-negara Timur adalah keseluruhan
dunia terjajah, dunia rakyat yang tertindas bukan hanya di Asia, tetapi juga Afrika
dan Amerika Selatan: Dengan kata lain, seluruh bagian dunia tempat eksploitasi
kaum masyarakat kapitalis Eropa dan Amerika Serikat.
Keyakinan
bahwa negeri jajahan ( koloni ) memainkan peran penting dalam menopang sistem kapitalis bukan merupakan
bagian asli pandangan kaum Marxis. Tradisi yang diusung kaum sosialis
revolusioner ( marxisme ) Eropa tidak hanya cendrung mengabaikan masalah umum
penjajahan tapi juga lebih jauh menyangkal bahwa kaum komunis mengambil peran
di wilaya terbelakang seluruh dunia. Kehancuran kapitalisme lewat revolusi
sosialis menarik perhatian perhatian para pendiri pergerakan; dan ini menurut
mereka hanya dapat terjadi pada wilayah industri maju di Eropa Barat, tempat
kelas proletar ( buruh ) yang besar jumlahnya tertindas di bawah sistem
borjuasi ( pemilik modal ).
Dengan
demikian persoalan tanah jajahan tidak begitu penting dalam pemikiran kaum
Marxisme. Hal itu berlangsung sampai beberapa tahun setelah meninggalnya Karl Marx, para pemikir
marxis mulai melakukan interpretasi ulang sistem yang telah ia letakkan guna
memberikan peran lebih penting bagi negara-negara Timur, karena memasuki abad ke-20 kesejahteraan masyarakat eropa
meningkat, bahkan yang lebih mengejutkan bagi kaum sosialis revolusioner posisi
ekonomi sosial kelas buruh di Eropa
meningkat tajam. Fenomena tersebut memperjelas bahwa dalil Marx tentang masa
depar Eropa akan mengalami krisis ekonomi yang mendalam serta menyebabkan kesengsaraan
kelas buruh ternyata keliru., dalam hal ini perlu penafsiran ulang untuk
menjelaskan perkembangan baru.
Dalam
menjawab krisis ideologi ini, kelompok utama kaum sosialis eropa membuang
keyakinan bahwa sosialisme hanya dapat dicapai lewat revolusi. Kemajuan besar
bisa dilakukan apabila kaum buruh melakukan perjuangan lewat gerakan
parlementer untuk memaksa kaum kapitalis menyetujui tuntutan mereka dan
berkuasa terhadap pemerintahan. Revisi teori Marx ini mempunyai dampak yang
besar bagi sikap kaum marxisme dalam masalah internasional. Ketika kaum
proletar mendapat kesempatan berpartisipasi
dalam pemerintahan serta ikut mengendalikan negara, selanjutnnya ikut
berperan dalam kemakmuran bangsa, dalil Karl Marx yang menyatakan kaum proletar
tidak memiliki tanah air sudah tidak lagi sahih.
Konsekuensi
dari keadaan tersebut terjadi pada tahun 1914, ketika partai-partai sosialis
negara-negara besar memutuskan untuk mendukung pemerintahan mereka dalam perang
dunia pertama. Bebarapa tahun yang lalu telah Nampak perdebatan tentang
masalah negeri-negeri jajahan dalam kongres komintern kedua di Stuttgart pada
1907. Pada pertemuan tersebut para delegasi dari Negara-negara besar
mengabaikan kebijakan tegas dalam mengutuk segala bentuk kolonialisme. Mereka
beralasan bahwa kepemilikan negeri-negeri jajahan bukan semata-mata keburukan,
karena penghisapan Negara-negara terbelakang membawa kemakmuran terhadap kaum
buruh Eropa serta menyebabkan perkembangan ekonomi dan politik bagi
Negeri-negeri jajahan.
Bagi
kaum revisionis marxisme ( penganut pahan marxisme dengan jalan parlementer
atau reformasi ) dengan kehilangan negeri-negeri jajahan dapat membawa
kemiskinan dan pengangguran bagi kaum buruh Eropa. Ketika dikaji bahwa para
pemimpin revisionis menuruh harapan pada keberhasilan di parlemen dan
memastikan dukungan rakyat luas kenapa secara umum mengesampingkan masalah
negeri-negeri jajahan dari program partai serta lebih banyak mencurahkan
perhatian pada perubahan pemerintahan kolonial daripada kemerdekaan
negeri-negeri jajahan.
Bernstein
sebagai pemikir ideologi sosial demokrasi berpendapat bahwa kapitalisme telah
berkembang secara lebih damai, lebih progresif, menghapuskan krisis-krisis yang
ada, meningkatkan standar kehidupan massa. Ia meramalkan bahwa reformasi dengan
sendirinya (secara bertahap) akan membuka jalan bagi sosialisme; bahwa negara
kapitalis akan berubah menjadi sosialisme (secara damai/tanpa konflik sama
sekali ). Negara punya peran penting untuk mengontrol kapitalis untuk
mewujudkan Negara kesejahteraan ( walfare state ) dimana kepemilikan produksi
dizinkan akan tetapi tetap dibawah kontrol Negara. Berbeda dengan lenin dalam
tulisannya dua langkah menuju sosialisme.
Untuk mencapai itu Lenin berpendapat harus ada diktator proletariat dan
partai tunggal. Perbedaan antara sosial demokrasi dengan komunis yang pernah
ditulis Soekarno :
Sebagaimana
sudah kita tulis di Fikiran Ra’jat nomor percontohan tentang sebab-sebabnya
kemelaratan yang diderita oleh kaum Buruh ialah stelsel kapitalisme itu, maka
di nomor ini kita akan terangkan bahwa di antara beberapa cara untuk
melenyapkan stelsel kapitalisme atau kapital itu terutama dua cara yang perlu
kita ketahui. Kedua faham dan cara yang mempunyai pengikut berjuta-juta kaum
buruh ialah faham kaum sosial-demokrat dan fahamnya kaum komunis.
Banyak
aliran-aliran lain yang juga berdasarkan ilmu sosialisme, aliran-aliran yang
menentang kapitalisme dan imperialisme. Tetapi oleh karena lain-lain aliran
sosialistis itu tidak begitu besar artinya di dalam perjuangan kaum buruh untuk
menuntut perbaikan nasibnya, maka kita hanya mengupas sosial-demokrat dan
komunis saja, kedua faham yang di dunia politik Indonesia umumnya tidak asing
lagi.
Kedua faham atau isme ini di dalam hakikatnya tidak mengandung perbedaan
satu sama lain, oleh karena kedua isme ini berdiri di atas faham sosialisme
atau lebih tegas lagi: berdiri di atas faham Marxisme. Kedua faham adalah
mengaku menjadi pengikut Marx.
Sebagaimana kapitalisme sendiri adalah sebuah faham yang mempunyai beberapa
aliran, aliran-aliran mana mempunyai isme-isme sendiri yang semuanya itu
bersendar di atas faham kapitalisme, maka sosialisme sebagai hasilnya
kapitalisme, juga mempunyai beberapa aliran.
Di dalam
faham sosialisme itu termasuk juga syndikalisme dan anarkisme, kedua faham yang
di halaman Fikiran Ra’jat No. 2 kita akan kupas.
Sesudah
kapitalisme itu melahirkan faham-faham baru, yang bertentangan sekali dengan
faham-faham yang hidup di zaman feodalisme, maka anggapan pemandangan dan
pikiran rakyat di dalam sesuatu masyarakat itu dapat maju, jika tiap-tiap orang
di dalam masyarakat itu hanya mempunyai kemerdekaan untuk berusaha dan
berdagang, mempunyai kemerdekaan dalam pemilikan dan kemerdekaan mengadakan
perjanjian-perjanjan, di dalam praktiknya ternyata tidak betul. Justru oleh
karena kemerdekaan itulah maka kapitalisme makin deras, sehingga kemelaratan
lebih hebat, kesengsaraan masuk di desa-dsa di rumahnya bapak tani,
menghinggapi rumah tangganya kaum pedagang dan pertukangan kecil-kecil. Oleh
karena kemerdekaan itu maka nasib Rakyat menjadi nasib proletar: oleh karena
kemerdekaan itu maka di satu pihak timbul kelas kapitalisme dan di lain pihak
timbul kelas proletar. Kelak kaum proletar ini tidak mempunyai kekuasaan sama
sekali atas alat-alat pembuatan barang-barang di pabrik-pabrik dan
di-onderneming-onderneming.
Sesudah
kapitalisme tua disokong oleh tenaga mesin-mesin menjadi kapitalisme modern,
maka nasibnya kaum proletar itu makin jelek.
Kesengsaraan dan kesedihan yang diderita sehari-hari oleh kaum buruh
tentulah melahirkan cita-cita dan harapan untuk menyelamatkan pergaulan hidup
manusia yang bobrok. Cita-cita dan harapan melenyapkan kemiskinan dan
kebobrokan di dalam masyarakat itu melahirkan faham sosialisme yang mengajarkan
kepada pengukut-pengikutnya bahwa agar supaya pergaulan hidup bisa selamat
susunannya harus bersendikan di atas aturan-aturan sosialistis. Mereka yang
memiliki faham itu dinamakan kaum Sosialis.
Mula-mula
mereka ini belum terang betul bagaimanakah caranya stelsel kapitalisme ini
harus dilenyapkan. Mereka masih membayangkan saja. Penganjur-penganjurnya belum
mendapat jalan yang terang untuk menyelamatkan pergaulan hidup. Mereka masih
menghayal tentang pergaulan hidup yang selamat ialah pergaulan hidup yang tidak
mengenal kesengsaraan. Kaum sosialis yang mendasarkan “teorinya” ini atas
khayalan belaka itu dinamakan kaum “sosialis-utopis” (Robert Owen, Saint Simon
dll).
Tetapi
lambat laun mereka itu makin sadar bahwa teori yang bersandar kepada utopi itu
adalah teori yang tidak dapat memberi senjata untuk membasmi kepitalisme itu
dengan akar-akarnya.
Teori yang dapat menyadarkan kaum proletar tentang kedudukannya di dalam
masyarakat itu ialah hanya teori yang berdasar wetenschap, ialah teori yang
hasilnya jadi ilmu, penyelidikan dan pengupasan yang dalam dan luas. Teori yang
berdasarkan wetenschap itu dinamakan wetenschapppelijk—schapppelijk-sosialisme,
lawannya utopistis-sosialisme. Watenschapppelijk-Sosialieme bukan sosialisme
khayalan, tetapi sosialisme perhitungan.
Watenschapppelijk-sosialisme
itu lahir di dunia sesudah pendekar kaum proletar yang terbesar, Karl Marx
mempropagandakan teorinya, bagaimanakah harusnya perjuangan kaum buruh itu
untuk menuju ke dunia sosialisme.
Setelah
Karl Marx mengadakan penyelidikan sedalam-dalamnya tentang akar-akarnya
kapitalisme yang kebutuhannya selalu bertentangan dengan kebutuhannya kaum
buruh, maka Marx mengajarkan bahwa yang dapat menjungjung derajat kaum buruh
itu ialah kaum buruh sendiri. Maka dari itu kaum proletar ini harus disusun di
dalam satu organisasi yang menyadarkan mereka tentang nasibnya dan oleh karena
itu keharusan mereka berjuang melenyapkan segala rintangan yang menentang usaha
mereka menuju ke jaman sosialisme itu. Karl Marx adalah “bapaknya” dari kaum
proletar.
Sebagaimana
Marxisme itu adalah teorinya pergerakan kaum buruh di Eropa, Marhaenisme itu
adalah teorinya kaum Marhaen di Indonesia. Teori Marhaenisme yang terkenal
adalah meerwaarde-teori, ialah mengajarkan bahwa sesuatu barang itu karena
tenaga kaum buruh menjadi tambah harganya. Misalnya besi yang berharga f 500—,
oleh tenaga kaum buruh dibuat menjadi mesin yang berharga f 2500—. Pertambahan
harga adalah f 2000—. Tetapi f 2000— ini tidak jatuh ke tangan kaum buruh
(mereka menerima sedikit sekali) tetapi di tangan kaum pemodal sendiri, dan
dipakainya untuk menambah besarnya modal, karena itu maka modal itu mempunyai
watak melembungkan badannya, artinya kaum pemodal itu senantiasa mempunyai
watak membesar-besarkan modalnya. Teorinya yang lain, yang juga termasyur ialah
“Fase Teori”, atau “Evolusi-Teori”, ialah teori yang mengajarkan arahnya perubahan
dari tiap-tiap pergaulan hidup manusia yang juga menjadi sebab perubahan
fahamnya, anggapan dan pikiran rakyat.
Fase-teori
mengajarkan bahwa masyarakat itu di jaman purbakala adalah Ur-komunistis,
artinya pergaulan hidup manusia di jaman purbakala itu diatur menurut cara
tidak ada ningrat-ningratan atau kelas-kelasan. Sesudah jaman ur-komunisme ini
lalu, lantas lahirlah jaman feodal. Sendi dasarnya pergaulan hidup jadi
feodalistis, yakni masyarakat terbagi dalam kelas raja, ningrat dan “hamba”.
Habis fase feodal ini tumbul fase kapitalisme. Mula-mula jaman voor-kapitalisme
dan kemudian jadi modern kapitalisme. Jaman kapitalisme ini menuju ke
fase-sosialisme. Fase-teori ini dianut oleh kaum sosial-demokrat dan juga oleh
kaum komunis. Kedua aliran yang besar ini mula-mula berjuang bersama-sama di
bawah “pimpinannya” Karl Marx.
Sekarang
orang tanya mengapa kaum sosialis yang bersendi atas Marxisme itu terpecah
menjadi dua aliran atau sayap yang menimbulkan faham sendiri-sendiri?
Pada tahun 1889 sampai tahun 1914 kedua sayap ini diikat oleh satu badan
yang bernama Tweede-Internationale atau di dalam bahasa Indonesia:
Internasional-Kedua. Tetapi dalam tahun 1914 persatuan partai kaum buruh ini
terpecah menjadi dua aliran: sayap yang satu memisahkan diri menjadi
sosial-demokrat dan sayap yang lain menamakan dirinya kaum komunis. Perpecahan
itu terjadi oleh karena kedua sayap ini tidak bisa akur pendiriannya satu sama
lain tentang mufakat atau tidaknya kaum proletar terutama di negeri-negeri
kapitalis turut menyokong peperangan dunia di tahun 1914. Kaum sosial-demokrat
suka menyokong peperangan dunia itu, tetapi kaum komunis sama sekali anti
peperangan. Kaum sosial-demokrat berpendapat bahwa kaum proletar harus turut
menyokong pemerintahan dalam negeri “verdedigings-oorlog jika ada musuh
menyerang negerinya.
Kaum
komunis mendirikan Internasionale sendiri ialah: "Derde-Internasionale”
ialah Internasional-Ketiga di Moskow di bulan Maret 1919. Pemimpin-pemimpin
terbesar dari kaum komunis ialah Lenin, Trotsky dan Zinoview mengajarkan bahwa
pergaulan hidup manusia tidak harus tumbuh sebagaimana sudah digambarkan di
dalam teori-teorinya Karl-Marx, tetapi pergaulan hidup dapat mengadakan
fase-sprong, artinya bahwa masyarakat yang masih berada di dalam fase feodal
itu tidak harus melalui zaman kapitalisme lebih dulu untuk menuju ke jaman
sosialisme.
Dus
pergaulan hidup Rusia yang masih feodal itu bisa terus masuk jaman sosialisme,
zonder menginjak fase jaman kapitalisme dulu, asal saja cukup alat-alatnya.
Teori yang demikian ini dinamakan teori fase-sprong.
Kaum
sosial-demokrat membantah teori fase-sprong ini. Oleh sosial-demokrat
fase-sprong ini disebutkan anti-Marxisme. Mereka mengajarkan bahwa tiap-tiap
pergaulan hidup itu harus tumbuh menurut wet-wet-nya alam. Karl Kautsky,
pemimpinnya sosial-demokrat berkata bahwa wet-evolusi—fase teori—yang
digambarkan oleh Marx itu harus tunduk. Sosial-demokrat berkata: “Marx bilang,
bahwa masyarakat bergerak melalui beberapa fase, yakni melalui beberapa
tingkat. Dulu fase ur-komunisme, kemudian fase feodal (ningrat-ningratan),
kemudian fase modern-kapitalisme, kemudian fase sosialisme. Tiap-tiap fase
harus dilalui. Sesudah fase ur-komunis tidak boleh tidak tentu fase feodal.
Sesudah fase feodal tidak boleh tidak tentu fase voor-kapitalisme; dan begitu
seterusnya. Dus masyarakat tidak bisa melompati sesuatu fase. Misalnya naik
kereta api dari Bandung ke Jakarta harus melalui Cimahi, kemudian Padalarang,
kemudian Purwakarta, kemudian Cikampek, kemuduan Kerawang, kemudian Jakarta.
Mau-tidak-mau semua tempat itu harus dilalui oleh kereta api itu. Tidak bisa
dari Cimahi sekonyong-konyong Purwakarta, dengan melompati Purwakarta, dengan
melampaui Padalarang itu dengan secepat-cepatnya, melompati Padalarang kita
tidak bisa. “Begitu pula dalam kita masuk ke fase sosialisme. Kapitalisme tidak
boleh tidak harus dilewati. Bagian kita ialah melewati fase kapitalisme itu
dengan secepat-cepatnya, supaya bisa selekas-lekasnya diganti fase
sosialisme!”—begitulah kaum sosial demokrat berkata sebagai bantahan atas sikap
kaum komunis yang dari feodalisme (masyarakat Rusia masih 60% feodalisme)
ujung-ujung masuk ke fase sosialisme.
Perbedaan yang kedua ialah bahwa tiap-tiap orang—menurut
kaum sosial-demokrat—yang hidup di dalam suatu masyarakat itu adalah jadi
anggota masyarakat itu dan oleh karena itu ia berhak mengeluarkan pikirannya,
kemauannya dan cita-citanya tentang cara-cara masyarakat itu diatur. Dus dengan
lain perkataan pergaulan hidup itu harus diatur secara demokratis. Tetapi kaum
komunis mengajarkan bahwa demokrasi itu di dalam hakikatnya tidak memberi
kemerdekaan kepada Rakyat. Di dalam praktiknya, kata mereka, demokrasi itu
tidak ada. Dan jika demokrasi ini ada, kerakyatan itu tidaklah dapat memberi
hak-hak kepada Rakyat untuk mengatur pergaulan hidup. Dus demokrasi itu adalah
perkataan kosong belaka. Kaum komunis oleh karena itu tidak mufakat dengan
demokrasi itu tetapi mengajarkan bahwa hanyalah “diktator-proletariat” saja
(artinya bahwa hanya kaum proletar saja yang mempunyai suara) yang dapat memberi
kekuasaan hidup manusia itu bagi keselamatan masyarakat. Diktato-proletariat
itu adalah suatu alat untuk mendatangkan pergaulan hidup sosialistis—begitulah
kaum komunis berkata. Di dalam diktator-proletariat ini, maka orang-orang yang
bukan proletar tidak boleh ikut bersuara. Orang-orang yang bukan proletar tidak
diberi stem di dalam pemerintahan negeri.
( Soekarno pada terbitan Fikiran Ra’jat, 1 Juli 1932 Nomor 1, hal. 9—12).
Kembali
kepada konteks berkembang gerakan sosial demokrasi di Indonesia tidak lepas
dari gerakan sosial demokrasi di Eropa yang sudah besar , Pada tahun 1908 para
mahasiswa di Negeri Belanda mendirikan Indische Vereening ( Persatuan Hindia )
sebelum organisasi hanya sebagai tempat kumpul dansa-dansa dan reuni antar
mahasiswa, dalam perkembangannya berubah
namanyaa menjadi perhimpunan Indonesia
pada tahun 1922., semakin terlibat kemasalah-masalah politik.
Tokoh-tokoh PKI yang diasingkan antara lain Tan
Malaka dan Semaun sering berpidato dalam rapat-rapatnya organisasi
tersebut akhirnya bergerak kearah radikal. Dua di antara para pemimpin-pemimpin
PI adalah Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir yang menerima banyak penafsiran
ideologi marxis ( revisionis ), kemudian
pada tahun 1931 Perhimpunan Indonesia mengalami keretakan ketika Kaum Komunis
yang berorientasi ke Moskow berhasil memegang kekuasaan lantas Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir di
keluarkan karena tidak sejalan.
Kegagalan pemberontakan PKI 1926 terhadap pemerintah
kolonial Belanda membawa dampak buruk bagi perkembangan pergerakan nasioanal
Indonesia, pada tahun 1929 pemrintah mengambil tindakan terhadap PNI dengan
menangkap Soekarno dan pemimpin-pemimpin lainnya. Di akhir tahun 1930 Soekarno
dijatuhi hukuman empat tahun penjara Sukamiskin, Bandung. Dengan demikian maka
lumpuhlah kegiatan-kegiatan PNI tanpa Soekarno. Semakin berat tekanan
pemerintah Kolonial Belanda terhadap PNI di Tahun 1931 membuat organisasi
tersebut menjadi oraginisasi terlarang. Sebagai gantinya dibentuklah Partindo (
Partai Indonesia ) yang mempunyai cita-cita yang sama dengan PNI self help (
mandiri ), non-koopratif dan nasionalis radikal dengan aksi rakyat. Akan tetapi
banyak para mantan anggota PNI yang kehilangan semangat, pada bulan februari
1932 jumlah anggota Partindo hanya 3000 orang. Beberapa pemimpin-pemimpin
pergerakan Indonesia mengacam pembubaran PNI termasuk yang paling menonjol
ketika itu Mohammad Hatta, pada saat itu masih berada di Negeri Belanda.
Pada
bulan desember 1931, Syarir yang baru pulang dari \Negeri Belanda membentuk
organisasi tandingan terhadap Partindo. Organisasi tersebut adalah Pendidikan
Nasional Indonesia dikarenakan huruf-huruf awalnya maka disebut PNI-Baru.
Organisasi ini dipimpin oleh orang-orang memiliki gaya yang berbeda dengan
Soekarno, tetapi mempunyai gagasan yang sama dengan Soekarno. Namun pada tahun
1933 dengan meningkatnya tekanan dari pemerintah kolonial belanda, PNI-Baru
akan menempuh taktik-taktik yang berbeda dengan PNI lama. Menurut PNI-Baru
bahwa aksi massa dapat membahayakan keberlangsungan organisasi apabila
pemimpinnya ditangkap, oleh karena itu PNI-BAru lebih mengedepankan pendidikan
kader-kader, dikemudian hari hal tersebut menjadi garis politik Partai Sosialis
Indonesia pimpinan Syahrir.
Gubernur
Jenderal de Graeff akhirnya mengurangi
masa hukuman penjara Soekarno karena
banyak tekanan dari para tokoh sosial demokrasi
di Belanda. Pada Bulan desember 1931 Soekarno dibebaskan dan berusaha
mempersatukan gerakan nasinalis tapi gagal. Pada bulan agustus 1932, dia bergabung
dengan Partindo yang tampaknya juga mempunyai naluri sama yaitu aksi massa.
Pada bulan juli 1933 Partindo mempunyai anggota sebanyak 20.000 orang. Pada bulan agustus tahun 1932 Hatta akhirnya pulang ke Indonesia
setalah sebelas tahun di Negeri Belanda dan mengambil kepemimpinan atas PNI-Baru.
Sekarang perbedaan antara Soekarno dan Hatta melambangkan perpecahan dalam
pergerakan nasional karena memiliki perbedaan pandangan dalam mencapai tujuan
Indonesia merdeka, tetapi di tahun 1942 kerjasama diantara meraka
menyembunyikan perbedaan tersebut.
Masuknya Jepang ke Indonesia mengakhiri kekuasaan
Belanda lewat penyerahan tanpa syarat dalam perjanjian Kalijati, 8 maret 1942.
Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia sangat besar
terutama di Pulau Jawa, membuat Jepang sadar untuk menggandeng para tokoh
nasional guna memobilisasi rakyat dan mengekploitasi sumber daya alam untuk
memenangkan perang Asia Timur Raya. Kepulangan Sjahrir dan Mohammad Hatta ke
Pulau Jawa oleh Belanda sebelum peyerangan yang dilakukan Belanda, karena kedua
tokoh ini menentang fasisme.
dan menawarkan bantuan kepada Belanda.
Hatta dan Sjahrir adalah sahabat baik serta sama-sama menganut ideologi sosial
demokrasi, memutuskan untuk memakai strategi-strategi yang bersifat saling
melengkapi dalam situasi kekuasaan Jepang. Hatta akan bekerjasama dengan Jepang
, berusaha untuk mengurangi kekerasan pemrintahan mereka, dan memanfaatkan
pemerintahan Jepang untuk kepentingan bangsa Indonesia. Sjahrir akan tetap
menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan “ bawah tanah ‘ didukung terutama
oleh para mantan anggota PNI-Baru serta berusaha menjalin hubungan dengan pihak
sekutu. Sjahrir dan Hatta saling berhubungan erat selama pendudukan Jepang.
Setelah
proklamasi kemerdekaan Sutan Sjahrir diangkat menjadi penasihat Presiden Soekarno
sekaligus Duta Besar Keliling setelah melepas jabatannya sebagai
perdana mentri yang pertama sejak republik Indonesia berdiri. Pada tahun 1948
Syahrir mendirikan Partai
Sosialis Indonesia (PSI) sebagai
partai alternatif selain partai lain yang tumbuh dari gerakan komunis
internasional. Meskipun PSI berhaluan kiri dan mendasarkan pada ajaran Marx-Engels,
namun ia menentang paham komunisme marxis leninisme yang
dianut PKI. Menurutnya
pengertian sosialisme adalah menjunjung tinggi derajat kemanusiaan, dengan
mengakui dan menjunjung persamaan derajat tiap manusia
serta demokrasi ekonomi setara. Dengan lahirnya PSI dapat mewadahi perjuangan
kaum sosial demokrasi di Indonesia dalam merebut kekuasaan lewat gerakan
parlementer. Lahirnya Partai Sosialis Indonesia (PSI)
karena perbedaan kebijakan politik di dalam Partai Sosialis (PS) antara
kelompok Amir Sjarifuddin yang lebih cenderung memihak blok komunis dengan
kelompok Sutan Sjahrir yang menentang politik memihak tersebut. Sosialisme PSI
disebut juga dengan sosialisme kerakyatan ( sosial demokrasi ). Masyarakat yang
dicita-citakan oleh PSI adalah masyarakat Sosialis, yaitu masyarakat yang adil
dan makmur. Sejak mulai berdirinya bentuk organisasi PSI adalah partai kader,
akan tetapi karena kebutuhan untuk pemilihan umum sifat partai kader PSI makin
lama makin bergeser ke arah partai massa. Namun demikian PSI tetap mengalami
kekalahan dalam pemilihan umum 1955. Penyebab utama kekalahan partai PSI dalam
pemilihan umum karena kelemahan partainya sebagai partai kader, penyebab lain karena terjadinya kecurangan-kecurangan dalam
proses pemilihan umum oleh partai-partai yang berkuasa. Peranan kepolitikan PSI
selama masa revolusi sampai pemilihan mumun pertama (1948-1955) dapat dilihat
di pemerintahan dan di Lembaga Perwakilan Rakyat. Di pemerintahan PSI mewakili
dalam empat Kabinet dari enam Kabinet yang pernah terbentuk pada masa itu. Di Lembaga
Perwakilan Rakyat, mulai dari KNIP sampai DPRS PSI menjadi partai terkemuka,
jumlah kursinya dalam lembaga tersebut menduduki posisi ketiga di bawwh PNI dan
Masyumi. Peranan kepolitikan PSI yang lebih konkret terlihat dari sikap PSI
terhadap perundingan-perundingan yang dilangsungkan antara Indonesia-Belanda,
seperti terhadap Persetujuan Renville, Pernyataan Roem-Royen, dan Konperensi
Meja Bundar.
Mengenai tuduhan PKI terhadap PSI yang menyatakan bahwa PSI
terlibat dalam Peristiwa 17 Oktober 1952, tidak diketemukan bukti-bukti yang
kuat tentang tuduhan tersebut. Oleh karena itu tuduhan tersebut tidak lain
hanyalah strategi PKI untuk memojokkan PSI dalam percaturan kepolitikan
nasional. Peranan politik PSI pada periode 1955 selain di tingkat nasional juga
di daerah-daerah. Peranan tewreebut dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh cabang-cabang PSI di daerah-daerah di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan daerah-daerah lainnya. Peranan.kepolitikan PSI pasta
pemilihan umum 1955-dapat dilihat dari perjuangannya di DPR dan di
Konstituante. Selain itu peran politik PSI yang tidak kalah pentingnya adalah
peranan politik luar negeri yang dimainkannya, karena kebijakan politik luar
negeri
PSI pada dasarnya juga mencerminkan
kebijakan politik luar negeri Pemerintah dan bangsa Indonesia. Peristiwa
PRRIPermesta di awal tahun 1958 telah mempercepat berakhirnya peran kepolitikan
PSI. Pembubaran PSI oleh Pemerintah tahun 1960 dihubungkan dengan keterlibatan
beberapa pemimpin PSI dalam peristiwa PRRI-Permesta tersebut. Akan tetapi
penyebab utama dibubarkannya PSI karena partai PSI
selalu mengkririk dengan keras konsepsi
Presiden dengan sistem Demokrasi Terpimpinnya. Setelah PSI dibubarkan, PSI
masih memperlihatkan peranan kepolitikannya dengan membentuk Liga Demokrasi
bersamasama dengan partai-partai politik lainnya. Para tokoh-tokoh PSI
bersama-sama dengan politisi partai
lainnya dalam Liga Demokrasi memperjuangkan dan menyuarakan
tuntutan demokrasi terhadap Pemerintah. Liga demokrasi pun dibubarkan oleh
Pemerintah karena dianggap bertentangan dengan sistem Demokrasi Terpimpin.
Dengan berakhirnya Liga Demokrasi maka berakhir pulalah peranan kepolitikan PSI
di pentas
kepolitikan nasional karena tidak mempunyai wadah lagi. PSI
ternyata tidak hanya dibubarkan,, tetapi para pemimpinnyapun ditahan dan
dlasingkan oleh penguasa pada awal athun 1962. Penahanan dan pengasingan para
pemimpin PSI dihubungan dengan tuduhan mengadakan rapat rahasia di Bali yang
bertujuan untuk
menggulingkan Pemerintah, dan tuduhan
terlibat dalam usaha percobaan pembunuhan Presiden Soekarno di Ujung Pandang.
Akan tetapi semua tuduhan tersebut harsyalah skenario yang dibuat oleh PKI
untuk melenyaikan pengaruh PSI dalam kehidupan politik Indonesia, karena
setelah diadakan pemeriksaan
tuduhan tersebut tidak terbukti kebenarannya. Selama memainkan
peranan kepolitikannya, hubungan PSI dengan partai-partai lainnya seperti
dengan PNI, Masjumi, NU , dan partai-partai lainnya cukup baik. Kendatipun pada
masa-masa tertentu dan pada masalah-masalah tertentu terjadi perbedaan
pandangan antara PSI dengan partai-partai tersebut, namun masih dalam taraf
yang wajar dan tidak sampai menimbulkan konflik seperti yang terjadi antara PSI
dengan PKI.
Dalam
Perdebatan Lenin di Kongres Internasionale pertama yang dicatat Mikail parlovic
“ Zadic Vserossikoi nauchnoi asstsiatsii Vostokovendeniia” ( The Tasks of the
All-Russian Sceintific Academy of orientology) , Novyi Vostok, I ( 1922 ), 9
Soekarno
melihat perbedaan sosial demokrasi dengan komunisme, untuk menghasilkan
penafsiaran sosialisme ala Indonesia yang disebut Marheinisme yang sesuai
kondisi obyaktif masyarakat Indonesia.
Fasisme adalah paham dimana militir menguasai pemerintahan, nasionalisme yang
berlebihan, rasis sarta anti demokrasi.